POLA DAN RENCANA PENGENDALIAN SDA
Pasal 1
| ||||||||
| ||||||||
B. Asas dan Cara | ||||||||
Menurut Penjelasan Atas UU NO.7 Tahun 2014 Tentang Sumber Daya Air Pasal 2 | ||||||||
| ||||||||
B. Aspek Pengelolaan
1. Konservasi.
Ini berarti menggunakan air hanya secukupnya saja untuk memenuhi kebutuhan yang senyatanya, tanpa pemborosan. Konservasi yang efektif biasanya meliputi suatu paket langkah pengendalian yang terdiri dari :
a. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air, antara lain :
b. Pengawetan Air, antara lain :
c. Pengelolaan Kualitas air, dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air antara lain
dilakukan melalui upaya aerasi pada sumber air dan prasarana sumberdaya air.
d. Pengendalian Pencemaran Air, dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air
dan prasarana sumberdaya air.
e. Kampanye untuk mendorong konsumen lebih sadar terhadap akibat penggunaan yang boros.
2. Pendayagunaan Sumberdaya Air Tanah
Merupakan pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan. Pendayagunaan Sumberdaya air tanah dilakukan melalui kegiatan inventarisasi potensi air tanah, perencanaan pemanfaatan air tanah, perizinan, pengawasan dan pengendalian.
3. Pengendalian Daya Rusak Air, dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan air tanah.
4. Sistem Informasi Sumberdaya Air Tanah.
Ini berarti penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap bekerja dengan sumber-sumber daya yang dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat yang dilayani, tanpa ketergantungan yang berlebih pada masukan dari luar. Hal ini meliputi tidak saja keuangan, melainkan juga mengelola sistem dan ketrampilan yang diperlukan untuk merawat dan memperbaiki peralatan yang telah dipasang dan juga peduli terhadap partisipasi masyarakat (dalam memilih teknologi yang akan diterapkan dan dalam menentukan cara mengelolanya, demikian juga dalam perencanaan, konstruksi, manajemen, dan operasi dan pemeliharaan yang tepat). Sistem yang tidak mampu berjalan atau yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat yang seharusnya dilayani merupakan penyia-nyiaan investasi sumberdaya.
5. Sistem Melingkar (Circular System).
Dengan meningkatnya tekanan jumlah penduduk terhadap sumber-sumber daya yang terbatas, maka kita perlu memikirkan sistem melingkar, bukan garis lurus. Kota yang membuang polusinya ke saluran air dan menyebabkan masalah bagi orang lain tidak bisa diterima lagi. Sebaliknya, air limbah yang telah diolah seharusnya dianggap sebagai suatu sumber bernilai yang dapat dipakai. | ||||||||
Sumber: | ||||||||
UU NO.7 Tahun 2014 Tentang Sumber Daya Air https://environment-indonesia.com/training/aspek-dan-prinsip-pengelolaan-sumberdaya-air/ |
INFRASTRUKTUR KEAIRAN 3
Bangunan utama bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan, serta mengukur banyaknya air yang masuk. Dalam pengertian lain Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai: “semua bangunan yang direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan mengatur air yang masuk”.
Bangunan Utama dapat diklasifikasikan ke dalam sejumlah kategori, bergantung kepada perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kategori :
1. Bendungan Tetap
Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan, dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam energi.
2. Bendung Gerak Vertikal
Bendung ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang rendah dilengkapi dengan pintu-pintu yang dapat digerakkan vertikal maupun radial. Tipe ini mempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur tinggi muka air di hulu bendung kaitannya dengan muka air banjir dan meninggikan muka air sungai kaitannya dengan penyadapan air untuk berbagai keperluan.
3. Bendung Karet (Bendung Gerak Horisontal)
Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara mengembungkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskannya. Tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air (manometer).
4. Bendung Saringan Bawah
Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan saluran penangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat saringan dengan membuat bak penampung air berupa saluran penangkap melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke jaringan irigasi.
5. Pompa
Pompa digunakan bila bangunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat memecahkan permasalahan pengambilan air dengan gravitasi, atau kalau pengambilan air relative sedikit dibandingkan dengan lebar sungai. Dengan instalasi pompa pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
6. Pengambilan Bebas
Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah irigasi dengan luasan yang kecil sekitar 150 ha dan masih pada tingkat irigasi ½ (setengah) teknis atau irigasi sederhana.
BAGIAN - BAGIAN BANGUNAN UTAMA
1. Bangunan Bendung
Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai seperti pada tipe bendung saringan bawah (bottom rack weir).
2. PENGAMBILAN
Pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi dibelokkan dari sungai melalui bangunan ini.
3. PEMBILAS
Bangunan pembilas digunakan untuk mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam jaringan saluran irigasi. Pembilas dapat direncanakan sebagai:
(1) pembilas pada tubuh bendung dekat
pengambilan
(2) pembilas bawah (undersluice)
(3) shunt undersluice
(4) pembilas bawah tipe boks.
4. KANTONG LUMPUR
Kantong lumpur mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar dari fraksi pasir halus tetapi masih termasuk pasir halus dengan diameter butir berukuran 0,088 mm dan biasanya ditempatkan persis di sebelah hilir pengambilan.
5. BANGUNAN PERKUATAN SUNGAI
Pembuatan bangunan perkuatan sungai khusus di sekitar bangunan
utama untuk menjaga agar bangunan tetap berfungsi dengan baik,
terdiri dari:
(1) Bangunan perkuatan sungai guna melindungi bangunan terhadap
kerusakan akibat penggerusan dan sedimentasi
(2) Tanggul banjir untuk melindungi lahan yang berdekatan terhadap
genangan akibat banjir.
6. BANGUNAN PELENGKAP
Bangunan-bangunan atau perlengkapan yang akan ditambahkan ke bangunan utama diperlukan keperluan :
(1) Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di
saluran
(2) Rumah untuk opreasi pintu
(3) Peralatan komunikasi, tempat teduh serta perumahan untuk
tenaga operasional, dll
(4) jembatan di atas bendung, agar seluruh bagian bangunan
utama mudah di jangkau, atau agar bagian-bagian itu
terbuka untuk umum.
(5) instalasi tenaga air mikro atau mini, tergantung pada hasil
evaluasi ekonomi serta kemungkinan hidrolik.
(6) bangunan tangga ikan (fish ladder) diperlukan pada lokasi
yang senyatanya perlu dijaga keseimbangan lingkungannya
sehingga kehidupan biota tidak terganggu.
Sumber :
https://prezi.com/wuxb8_jlrbwv/bangunan-utama/https://prezi.com/wuxb8_jlrbwv/bangunan-utama/
Bangunan Utama dapat diklasifikasikan ke dalam sejumlah kategori, bergantung kepada perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kategori :
1. Bendungan Tetap
Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan, dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam energi.
2. Bendung Gerak Vertikal
Bendung ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang rendah dilengkapi dengan pintu-pintu yang dapat digerakkan vertikal maupun radial. Tipe ini mempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur tinggi muka air di hulu bendung kaitannya dengan muka air banjir dan meninggikan muka air sungai kaitannya dengan penyadapan air untuk berbagai keperluan.
3. Bendung Karet (Bendung Gerak Horisontal)
Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara mengembungkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskannya. Tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air (manometer).
4. Bendung Saringan Bawah
Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan saluran penangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat saringan dengan membuat bak penampung air berupa saluran penangkap melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke jaringan irigasi.
5. Pompa
Pompa digunakan bila bangunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat memecahkan permasalahan pengambilan air dengan gravitasi, atau kalau pengambilan air relative sedikit dibandingkan dengan lebar sungai. Dengan instalasi pompa pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
6. Pengambilan Bebas
Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah irigasi dengan luasan yang kecil sekitar 150 ha dan masih pada tingkat irigasi ½ (setengah) teknis atau irigasi sederhana.
BAGIAN - BAGIAN BANGUNAN UTAMA
1. Bangunan Bendung
Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai seperti pada tipe bendung saringan bawah (bottom rack weir).
2. PENGAMBILAN
Pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi dibelokkan dari sungai melalui bangunan ini.
3. PEMBILAS
Bangunan pembilas digunakan untuk mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam jaringan saluran irigasi. Pembilas dapat direncanakan sebagai:
(1) pembilas pada tubuh bendung dekat
pengambilan
(2) pembilas bawah (undersluice)
(3) shunt undersluice
(4) pembilas bawah tipe boks.
4. KANTONG LUMPUR
Kantong lumpur mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar dari fraksi pasir halus tetapi masih termasuk pasir halus dengan diameter butir berukuran 0,088 mm dan biasanya ditempatkan persis di sebelah hilir pengambilan.
5. BANGUNAN PERKUATAN SUNGAI
Pembuatan bangunan perkuatan sungai khusus di sekitar bangunan
utama untuk menjaga agar bangunan tetap berfungsi dengan baik,
terdiri dari:
(1) Bangunan perkuatan sungai guna melindungi bangunan terhadap
kerusakan akibat penggerusan dan sedimentasi
(2) Tanggul banjir untuk melindungi lahan yang berdekatan terhadap
genangan akibat banjir.
6. BANGUNAN PELENGKAP
Bangunan-bangunan atau perlengkapan yang akan ditambahkan ke bangunan utama diperlukan keperluan :
(1) Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di
saluran
(2) Rumah untuk opreasi pintu
(3) Peralatan komunikasi, tempat teduh serta perumahan untuk
tenaga operasional, dll
(4) jembatan di atas bendung, agar seluruh bagian bangunan
utama mudah di jangkau, atau agar bagian-bagian itu
terbuka untuk umum.
(5) instalasi tenaga air mikro atau mini, tergantung pada hasil
evaluasi ekonomi serta kemungkinan hidrolik.
(6) bangunan tangga ikan (fish ladder) diperlukan pada lokasi
yang senyatanya perlu dijaga keseimbangan lingkungannya
sehingga kehidupan biota tidak terganggu.
Sumber :
https://prezi.com/wuxb8_jlrbwv/bangunan-utama/https://prezi.com/wuxb8_jlrbwv/bangunan-utama/
INFRASTRUKTUR KEAIRAN 2
Bangunan Pengendali Sedimen
1. Sabo dam
Kata sabo berakar pada dua kata dari BahasaJepang yaitu sa, yang artinya pasir dan bo yang bermakna pengendalian. Jadi secara harfiah, kata sabo berarti pengendalian pasir. Bangunan dam sabo biasanya terletak di sungai di dekat gunung vulkanik yang berfungsi mengontrol banjir debris. Balitbang PU memiliki institusi khusus yang meneliti bangunan dam sabo ini. Terletak di Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Balai Sabo telah banyak melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah dan perguruan tinggi terkait dengan kegiatan penelitian dan pengembangan sabo. Tak hanya terbatas untuk pengendalian sedimentasi vulkanik, Balai Sabo juga meneliti sedimentasi di daerah non-vulkanik seperti permasalahan erosi dan tanah longsor. Persoalan sedimentasi di daerah non-vulkanik ini dapat dijumpai antara lain di Dieng, Wonosobo Jawa Tengah.
Tahun 2015 Balai Sabo sedang menggodok konsep penataan ruang untuk melakukan sinkronisasi upaya penanggulangan bencana pengendapan dengan teknologi sabo dan penataan ruang yang ada. Konsep ini dilakukan untuk penataan ruang di Gunung Merapi. Disamping itu, Balai Sabo melakukan kegiatan zonasi kawasan rawan bencana banjir lahar berdasarkan konsep teknologi sabo di DAS Putih di lereng Merapi. Konsep “the right sabo in the right place and in the right time” merupakan salah satu upaya mendorong penerapan teknologi sabo sebagai penguat kapasitas kawasan dalam menghadapi ancaman banjir lahar.
Pengendalian banjir lahar ini dibagi menjadi tiga zona yaitu daerah hulu (daerah produksi sedimen), daerah tengah (daerah transpor sedimen), dan daerah hilir (daerah endapan sedimen). Penerapan teknologi sabo tergantung dari zonanya. Di daerah hulu dilakukan dengan membangun dam seri tingkat (stepped dam) dan dam pengendali sedimen (check dam). Selain itu penggunaan vegetasi juga penting untuk menghambat laju produksi sedimen. Tujuannya pembangunan dam ini untuk
menjaga longsoran tebing sungai akibat gerusan kaki tebing dan meredam tenaga gerusan. Sementara itu, di daerah tengah digunakan dam konsolidasi (consolidation dam) dan kantong sedimen/lahar (sand pocket) yang dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan banjir, menstabilkan dasar sungai,
mengarahkan alur sungai, mengubah sifat aliran massa menjadi aliran individu, serta menahan dan mengendalikan material sedimen.
menjaga longsoran tebing sungai akibat gerusan kaki tebing dan meredam tenaga gerusan. Sementara itu, di daerah tengah digunakan dam konsolidasi (consolidation dam) dan kantong sedimen/lahar (sand pocket) yang dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan banjir, menstabilkan dasar sungai,
mengarahkan alur sungai, mengubah sifat aliran massa menjadi aliran individu, serta menahan dan mengendalikan material sedimen.
Untuk daerah hilir, dilakukan kanalisasi (channel works) dan pembangunan ambang dasar (groundsill) serta tanggul. Jenis sabo dam yang dibangun di daerah hilir ini bertujuan untuk mengatur arah alur sungai, mengalirkan air banjir dan mencegah erosi dasar sungai, mengatur dan menstabilkan
kemiringan dasar sungai, dan mengamankan/melindungi lokasi muara sungai. Pembedaan bangunan sabo ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengendalikan banjir lahar di daerah vulkanik.
kemiringan dasar sungai, dan mengamankan/melindungi lokasi muara sungai. Pembedaan bangunan sabo ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengendalikan banjir lahar di daerah vulkanik.
2. Bendungan pengendali banjir lahar
Bangunan pencegah sedimen luruh (debris) yang terjadi di daerah pegunungan akibat luapan lahar dari meletusnya gunung berapi. Bangunan ini terdiri dari bendung penahan (bendung utama), kantong-kantong lahar, sub dam, dan lantai lindung.
3. Kantong lahar
Bahan-bahan endapan hasil letusan gunung berapi atau hasil pelapukan batuan lapisan atas permukaan tanah yang oleh pengaruh air hujan bergerak turun dari lereng-lereng gunung berapi atau pegunungan memasuki bagian hulu alur sungai arus deras. Oleh aliran air sungai arus deras ini bahan-bahan endapan ini bergerak turun baik secara massa maupun secara fluvial dengan konsentrasi yang tinggi memasuki bagian sungai di sebelah hilirnya.
Suplai sedimen yang berlebihan akan menimbulkan penyempitan penampang sungai dan kapasitas alirannya akan mengecil. Di waktu banjir, maka aliran banjir yang melalui ruas-ruas yang sempit akan meluap dan menyebabkan terjadinya banjir yang merugikan.
Salah satu usaha yang dilaksanakan dalam rangka mengurangi suplai sedimen ini adalah menampungnya baik untuk selama mungkin atau untuk sementara pada ruangan-ruangan yang dibangun khusus yang disebut kantong lahar. Dalam rangka pengendalian banjir lahar, kantong lahar ini merupakan salah satu komponen sistem pengendalian banjir lahar. Di saat terjadinya banjir lahar, bahan-bahan yang berukuran besar diharapkan dapat tertahan pada deretan bendung penahan, sedangkan kantong-kantong lahar diharapkan dapat berfungsi menahan dan menampung bahan-bahan berbutir lebih halus (pasir dan kerikil), Dengan demikian suplai sedimen ke bagian hilirnya akan dapat dikurangi, hingga pada tingkat yang seimbang dengan kemampuan daya angkut aliran sungai sampai muaranya.
Selanjutnya pada daerah gunung berapi yang masih aktif, suplai sedimen akan berlangsung secara terus-menerus tanpa berakhir. Dalam keadaan demikian deretan bendung-bendung penahan dan bendung-bendung pengatur tidak akan mampu menampung suplai sedimen yang terus-menerus tanpa berakhir, maka kantong-kantong lahar akan sangat berperanan guna menahan masuknya sedimen yang berlebihan ke dalam alur sungai, khususnya ke dalam alur sungai-sungai di daerah kipas pengendapan. Guna meningkatkan fungsi kantong-kantong lahar biasanya diusahakan supaya kantong senantiasa dalam keadaan kosong, yaitu menggali endapan yang sudah masuk ke dalamnya. Hasil galiannya biasanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, yang kualitasnya cukup baik , Pada gunung berapi yang masih aktif dengan periode letusan yang panjang, diperlukan adanya kantong yang cukup besar, jika perlu dengan membebaskan tanah-tanah yang akan digunakan sebagai kantong secara permanen. Pada saat aliran lahar terhenti dan sambil menunggu periode letusan selanjutnya, kantong dapat dimanfaatkan untuk berbagai usaha pertanian.
https://fadlysutrisno.wordpress.com/2010/07/15/bangunan-pengendali-sedimen/
http://litbang.pu.go.id/berita/view/1267/dam-sabo-solusi-pengendalian-banjir-lahar
Minggu, 09 Desember 2018
Infrastruktur keairan
Pengertian InfrastrukturPengertian Infrastruktur tercantum dalam beberapa versi. menurut American Public Works Association(Stone, 1974 Dalam Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Jadi infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Secara teknik, infrastruktur memiliki arti dan definisi sendiri yaitu merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.
Sistem Infrastruktur
Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000 dalam Kodoatie,R.J.,2005). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
Disini, infrastruktur berperan penting sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosial dalam tatanan kehidupan manusia dan lingkungan. Kondisi itu agar harmonisasi kehidupan tetap terjaga dalam arti infrastruktur tidak kekurangan (berdampak pada manusia), tapi juga tidak berlebihan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan alam karena akan merusak alam dan pada akhirnya berdampak juga kepada manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam hal ini, lingkungan alam merupakan pendukung sistem infrastruktur, dan sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur, sistem sosial sebagai obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi. Analoginya seperti gambar dibawah ini :
Pengelompokan sistem insfrastruktur dapat dibedakan menjadi (Grigg, 2000 dalam Kodoatie,R.J.,2005) :
Grup keairanGrup distribusi dan produksi energiGrup komunikasiGrup transportasi (jalan, rel)Grup bangunanGrup pelayanan transportasi (stasiun, terminal, bandara, pelabuhan, dll)Grup pengelolaan limbahKomponen Infrastruktur
Komponen-komponen di dalam infrastruktur menurut APWA (American Public Works Association) adalah :
Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, fasilitas pengolahan air (water treatmentSistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, daur ulangFasilitas pengelolaan limbah padatFasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasiFasilitas lintas air dan navigasiFasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda lalu lintas dan fasilitas pengontrolSistem transit publikSistem kelistrikan: produksi dan distribusiGedung publik: sekolah, rumah sakitFasilitas perumahan publikTaman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion
Sedangkan menurut P3KT, komponen-komponen infrastruktur antara lain:
Perencanaan kotaPeremajaan kotaPembangunan kota baruDrainaseAir limbahPersampahanPengendalian banjirPerumahanPerbaikan kampungPerbaikan prasarana kawasan pasar
Dilihat dari input - output bagi penduduk, komponen-komponen tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, yaitu:
Komponen yang memberi input kepada penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kategori ini adalah prasarana air minum dan listrikKomponen yang mengambil output dari penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini adalah prasarana drainase/pengendalian banjir, pembuangan air kotor/sanitasi, dan pembuangan sampah.Komponen yang dapat dipakai untuk memberi input maupun mengambil output. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: prasarana jalan dan telepon.
IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Bangunan Air
Bangunan air adalah bangunan yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengendalikan air di sungai maupun danau.
Bentuk dan ukuran bangunan tergantung kebutuhan, kapasitas maksimum sungai, dana pembangunan dan sifat hidrolik sungai. Kebanyakan konstruksi bangunan air bersifat lebih masif dan tidak memerlukan segi keindahan dibanding dengan bangunan-bang
unan gedung atau jembatan, dan perencanaan bangunannya secara detail tidak terlalu halus. Permukaan bangunan air atau bagian depannya sebaiknya berbentuk lengkung untuk menghindari kontraksi sehingga mempunyai efisiensi yang tinggi dan mengurangi gerusan lokal (local scoure) di sekililing bangunan atau di hilir bangunan.
Bangunan air untuk irigasi
Bangunan ini merupakan bangunan utama yang dibangun di sungai untuk memenui kebutuhan air irigasi.
Jenis bangunan yang dipilih harus disesuaikan dengan jumlah air yang ada disungai tersebut, sifat hidrolik sungai, daerah yang akan diairi, jenis tanaman yang akan dikembangkan dan sebagainya.
Air yang diambil dari sungai harus dapat mengalir secara gravitasi dan harus bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memunginkan untuk mengukur air yang masuk irigasi.
Mengingat tempat kedudukan lahan yang akan dialiri dan kondisi sungai yang ada maka dapat dibuat beberapa jenis bangunan utama, yaitu:
1. Bangunan Pengambil Bebas
2. Bangunan Bendung
3. Bendungan
Bangunan ini dibuat untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai ke jaringan irigasi tanpamerubah kondisi sungai, jika muka air sungai cukup tinggi untuk mencapai lahan yang akan diairi.
Bangunan tersebut berupa saluran pengambilan yang dilengkapi dengan pintu air untuk mengatur debit air yang masuk untuk memenuhi kebutuhan irigasi. Bangunan tersebut harus dapat mengambil air dengan jumlah yang cukup pada masa pemberian air irigasi tanpa memerlukan peninggian muka air sungai.
Bangunan seperti ini jarang diaplikasikan. Sulitnya sistem ini seringkali kali memerlukan saluran yang sangat panjang untuk mencapai sawah yang dapat diairi. Panjang saluran disebabkan beda tinggi tekan yang harus disediakan agar air sampai ke sawah
secara gravitasi. Saluran yang terlalu panjang menyebabkan banyaknya kehilangan air, akibat rembesan dan penguapan. Hal ini memprihatinkan banyaknya pencurian air disaluran yang sulit dicegah.
Bangunan ini dibangun melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan muka air sungai, menaikkan tinggi tekan dan atau membendung aliran sungai sehingga aliran sungai mudah disap dan dialirkan secara gravitasi ke daerah yang membutuhkannya dengan jarak saluran yang relatif pendek.
Tipe bendung dapat dibedakan menjadi:
Bendung pelimpah atau bisa juga disebut bendung tetap.Bendung gerak yang berupa pintu air.Bendung gerak yang berupa bendung karet.
Bendung tetap adalah ambang yang dibangun melintang sungai untuk pembendungan sungai yang terdiri dari ambang tetap, dimana muka air banjir di bagian udiknya tidak dapat diatur elevasinya.
Bendung ini juga merupakan penghalang saat terjadi banjir sehingga air sungai menjadi tinggi dan tanpa kontrol yang baik akan dapat menyebabkan genangan air di hulu bendung tersebut. Untuk sungai yang tidak mampu menampung tinggi luapan yang terjadi tidak sesuai dengan bangunan ini.
Bahannya dapat terbuat dari pasangan batu, beton atau pasangan batu dan beton. Dibangun umumnya di sungai ruas hulu dan ruas tengah.
contoh:
Bendung Colo
Lokasi Sungai Bengawan Solo,Desa Pengkol, Kecamatan Nguter,Kabupaten Sukohardjo,Propinsi Jawa TengahTipe : Bendung tetap konstruksi betonPanjang bendung keseluruhan : 111,75 m
Tinggi maksimum : 8,68 m
Elevasi mercu : + 108,00 mTujuan - Mengatur muka air sungai Bengawan Solo agar dapat dimanfaatkan untuk keperluan irigasi - Melalui Saluran Induk Colo Timur dan Saluran Induk Colo Barat mampu mengairi lahan persawahan seluas 23.200 ha
- Daerah genangan Bendung Colo berfungsi sebagai reservoir dengan isi 1,20 juta m3
2.2 Bendung Gerak, yang berupa pintu air
Bendung ini dapat dihilangkan selama terjadi aliran besar yaitu dengan cara membuka pintu air, sehingga masalah yang ditimbulkan selama banjir kecil saja, karena kenaikan muka air akibat banjir rendah.
Bendung gerak dilengkapi dengan alat pembuka pintu mekanik untuk mengatur muka air di depan pengambilan agar air yang masuk sesuai dengan kebutuhan irigasi.
Bendung gerak memerlukan eksploitasi secara terus menerus karena pintunya harus tetap terjaga dan dioperasikan dengan baik dalam keadaan apapun. Pada saat banjir, pintu harus segera dibuka agar tidak menimbulkan kenaikan muka air dihilir bendung secara berlebihan yang akan menyebabkan genangan di hulu bendung.
Bendung Gerak Mrican
Tipe :Concrete + pintu bajaJumlah pintu : 9 buah @13,20 mElevasi puncak : El. 55,60Tebal pilar : 1,80 mTipe pintu : motor penggerakDebit banjir rencana : 950 m3/dtTujuan
- Penyediaan air Irigasi daerah Warujayeng-Turi Tunggorono seluas 23.160 ha
- Pengontrol sedimen masuk ke saluran irigasi
- Pengendali banjir
- Pencegah degradasi berlebihan di sungai
Bendung Lodoyo
Bendung
Tipe : Bendung gerakElevasi puncak mercu : El. 125,00 mLebar mercu : 8 @ 12,00 mPintu air : 8 @ 12,00 m x 11,30 m
Tujuan
- Pembangkit tenaga listrik PLTA unit II Wlingi Raya dengan daya terpasang 1 x 27 MW
- PLTA Lodoyo dengan daya terpasang 1 x 4,7 MW
- Pengatur debit air (afterbay) PLTA Wlingi Raya
- Pengendalian banjir
- Perikanan darat dan pariwisata
2.3 Bendung Gerak, yang berupa bendung karet
Bendung ini dapat mengembang dan mengempis secara otomatis, apabila air telah mencapai ketinggian yang telah ditentukan.
Ada banyak kelebihan bendung karet dibanding pintu air, antara lain bentangnya jauh lebih lebar dan operasinya dilakukan secara otomatis, tanpa menjaga dan mengoperasikan pintu secara terus menerus, baik pada aliran tinggi maupun aliran rendah. Namun dengan kondisi sungai yang banyak mengandung sedimen kasar atau sampa padat, bendung karet tidak dianjurkan karena akan cepat robek.
Isi bendung karet bisa udara bisa juga diisi air, namun pengisian udara lebih mudah karena tidak diperlukan tampungan air untuk mengisi bendung karet.
Bendung Karet Menturus
Tipe operasi : Isian udaraJumlah pintu : 6 buahTinggi : 2,10 m
Total lebar dasar : 150 mSpesifikasi pintu karet Material : ethyline propyline diene Tebal : 12 mmPondasi Tipe : Reinf. Concrete Panjang : 9,00 m Lebar : 150 m Perkuatan pondasi : PC pile 0,400 mm - panjang = 15 m Turap : Steel sheet pile - panjang = 10 mTujuan - Menaikkan muka air kali Brantas bagian tengah di musim kemarau, untuk mensuplai air irigasi daerah persawahan 4.549ha bersama-sama dengan Bendungan Jatimlerek - Menaikkan intensitas tanam
Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untukmenahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Bangunan ini dibangun melintang sungai untuk meninggikan muka air dan membuat tampungan air. Dengan dibangunnya waduk ini dapat berfungsi ganda antara lain pengendalian banjir, irigasi, PLTA, industri, air minum, perikanan, rekreasi dan lain-lain.
Terdapat banyak sekali tipe bendungan yang sukar dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Jadi satu bendungan dapat dipandang dari berbagai segi yang masing-masing menghasilkan tipe yang berbeda-beda pula.
Pembagian tipe bendungan:
3.1 Pembagian tipe bendungan berdasar ukurannya
Ada dua tipe yaitu bendungan besar dan bendungan kecil.
Bendungan besar (large dams)
Menurut ICOLD definisi bendungan besar adalah:
Bendungan yang tingginya lebih dari 15 m, diukur dari bagian terbawah pondasi sampai puncak bendungan.
Bendungan yang tingginya antara 10 m dan 15 m dapat pula disebut bendungan besar asal memenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
- Panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500m
- Kapasitas waduk yang terbentuk tidak kurang dari 1 juta m3.
- Debit banjir maksimal yang diperhitungkan tidak kurang dari 2000 m3/detik.
- Bendungan menghadapi kesulitan-kesulitan khusus pada pondasinya (had specially difficul foundation problems)
- bendungan didesain tidak seperti biasanya (unusual design)
Bendungan kecil (small dams, weir, bendung) Semua bendungan yang tidak memenuhi syarat sebagai bendungan besar disebut bendungan kecil.
3.2 Pembangian tipe bendungan beasar tujuan pembangunannya
Bendungan dengan tujuan tunggal (single purpose dams).
Adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja. Misalnya untuk: pembangkit tenaga listrik atau irigasi ( pengairan) atau pengendalian banjir atau perikanan darat dll, tetapi hanya satu tujuan saja.
Contoh : Bendungan Sakuma di Sungai Tenryu ( Jepang )
Tujuan pembangunan untuk PLTA.
Bendungan serbaguna (multipurpose dams)
Adalah bendungan yang dibangun untk memenuhi beberapa tujuan, misalnya: pembangkit listrik (PLTA) dan irigasi pengairan), pengendalian banjir dan PLTA, air minum dan industri, PLTA ,pariwisata dan irigasi dll.
Contoh: Bendungan Selorejo di Sungai (Kali) Konto (Jawa Timur).
BENDUNGAN SELOREJO
Manfaat dan Tujuan
Pengendalian banjir Banjir 1000 tahunan sebesar 920 m3/det. dapat dikendalikan menjadi 360 m3/detBanjir 200 tahunan sebesar 720 m3/det. dapat dikendalikan menjadi 260 m3/detPembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang 1 x 4,5 MW (49 juta kWh/tahun)Penyediaan air irigasi di daerah Pare dan Jombang pada Musim Kemarau sebesar 4 m3/det. sehingga me
nambah luas daerah irigasi sebesar 5.700 ha dan menaikkan produksi padi seb
esar 7500 ton/tahunPariwisata dan perikanan darat
3.3 Pembagian tipe bendungan berdasar konstruksinya.
Bendungan urugan (fill dams, embakment dams)
Menurut ICOLD definisinya adalah bendungan yang dibangun dari hasil penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan lain yang bersifat campuran secara kimia, jadi betul-betul bahan pembentuk bendungan asli. Bendungan ini masih dapat di bagi menjadi:
Bendungan urugan serba sama (homogenous dams)
Contoh : Bendungan Bening,
Tipe : Homogenous
Bendungan urugan berlapis-lapis (zone dams rockfill dams)Adalah bendungan urugan yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapisan kedap air (water tight layer), lapisan batu (rock zones, shell), lapisan batu teratur (riprap) dan lapisan pengering (filter zones).
Contoh :
BENDUNGAN WONOREJO
Terletak di desa Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung.
Tipe : Timbunan batu dengan inti kedap air
BENDUNGAN WONOGIRI
Lokasi di sungai bengawan Solo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah),
Tipe : Timbunan batu dengan inti kedap ditengah
BENDUNGAN SUTAMI
Lokasi bendungan berada pada K. Brantas + 14 km di hilir Bendungan Sengguruh dan +35 km dari
kota Malang
Tipe : Timbunan batu /Rock Fill
Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (impermeable face rockfill dams, dekced rockfill dams)
Adalah bendungan urugan batu berlapis-lapis yang lapisan kedap airnya diletakkan di sebelah hulu bendungan. Lapisan kedap air yang sering dipakai adalah aspal dan beton bertulang. Perancis telah mencoba menggunakan geotextile. Bahan- bahan lainnya seperti kayu, besi dan karet penah pula dicoba namun mengalami kesulitan sehingga tidak pernah dipakai lagi.
Contoh : Bendungan Numappara di Sungai Taka (Jepang)
Bendung Marchlyn di tepi Telaga Marchlyn (Inggris)
2. Bendungan beton (concrete dams)
Adalah bendungan yang di buat ari konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Ini masih dapat dibagi menjadi: bendungan beton berdasar berat sendiri, bendungan beton dengan penyangga, bendungan beton berbentuk lengkung dan bendungan beton kombinasi.
Bendungan Hoover, sebuah bendunganbeton lengkung di Black Canyon diSungai Colorado
Bendungan Scrivener, Canberra Australia, dibangun untuk mengatasibanjir 5000-tahunan
3. Bendungan lainnya
Biasanya hanya untuk bendungan kecil misalnya: bendungan kayu (timber dams), bendungan besi (steel dams), bendungan pasangan bata (brick dams), bendungan pasangan batu (masonry dams) dan bendungan beton ringan (rollcrete dams atau roller compact concrete dams)
3.4 Pembagian tipe bendungan berdasar fungsinya
Bendungan pengelak pendahuluan (primary cofferdam, dike)Bendungan pengelak (cofferdam)Bendungan utama (main dam)Bendungan sisi (high level dam)Bendungan di tempat rendah (saddle dam)Tanggul (dyke, levee)Bendungan limbah industri (industrial waste dam)Bendungan pertambangan (mine tailing dam, tailing dam)
Pemilihan ketiga bangunan utama didasarkan pada topografi dan debit yang tersedia serta debit kebutuhan.
Debit andalan sedapat mungkin 1,2 x debit kebutuhan, namun bisa juga dibuat sama apabila keandalan yang diinginkan leih rendah atau dengan sistem pemberian air irigasi yang diatur secara bergilir.
Secara garis besar dasar pemilihan ketiga alternatif tersebut dipertimbangkan sebagai berikut:
Q Andalan cukup, H (tinggi tekan) cukup, maka dapat dibangun pengambilan bebas.Q Andalan cukup, H tidak cukup, maka dibangun bendung. Bendung tetap jika sungai mampu menampung kenaikan air saat banjir. Bendung gerak jika sungai tidak mampu menampung kenaikan air saat banjir.Bendungan, jika Q andalan tidak cukup dan H tidak cukup.Namun pengambilan sering kali dipertimbangkan berdasar kelayakan ekonomi bangunan, yaitu antara biaya dan manfaat yang diperoleh.
Minggu, 02 Desember 2018
MATERI 7
PENGENDALIAN BANJIR
1. Definisi Banjir
peristiwa terjadinya genangan di daerah yang biasanyakering. Terjadinya limpasan air dari alur sungai yang disebabkan karena debit pada sungai melebihi kapasitas pengalirannya (Qa > Qc).
2. Penyebab banjir :
Peristiwa alam
Curah hujan yang tinggi. Terjadi debit puncak yang bersamaan (sungai utama/anak sungai). Aliran pada anak sungai tertahan oleh sungai induknya Naiknya air laut (pasang), Terjadinya penyempitan di beberapa alur (topografi), Morfologi sungai (meander), dan Kemiringan sungai terlalu landai (V kecil)
Perbuatan manusia
Berkembangkan daerah pemukiman (hulu dan bantaran sungai) Penggundulan hutan (erosi, agradasi) Tata guna lahan (limpasan besar) Bangunan sepanjang sungai (back water) Bangunan pengendali tidak berfungsi Kesadaran masyarakat sekitar bantaran Kebijakan dan peraturan yang selalu dilanggar
3. Istilah-istilah yang berkaitan dengan banjir :
Sungai adalah sistem pengaliran air mulai dari mata air sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.
Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul.
Banjir adalah keadaan sungai yang tidak mampu menampung aliran airnya.
Daerah retensi adalah lahan yang ditetapkan untuk menampung air banjir untuk sementara.
Daerah banjir adalah lahan yang pada waktu-waktu tertentu dapat terlanda atau tergenang air banjir.
Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian.
Waduk banjir adalah waduk untuk menampung air banjir.
Garis sempadan adalah garis batas luar pengaman sungai dihitung 5 meter dari luar kaki tanggul untuk sungai yang bertanggul, dan ditetapkan tersendiri untuk sungai yang tidak bertanggul dan bangunan-bangunan air sungai.
Daerah sempadan adalah lahan yang dibatasi oleh garis sempadan dengan kaki tanggul sebelah luar atau antara garis sempadan dan tebing tinggi untuk sungai ayng tidak bertanggul.
4. Tindakan untuk mengatasi persoalan banjir :
a. Tindakan yang bersifat fisik (Structural Measures) :
Pengaturan alur sungai (channel improvement)
Daya tampung, koefisien hambatan, memperpendek, arah aliran.
Pembuatan tanggul limpasan.
Pembuatan jalur/alur banjir (bay pass/flood way)
Tampungan banjir waduk, daerah retensi.
Perbaikan lahan limpasan dan erosi (reboisasi, pengendali sedimen terasering,
b. Tindakan yang besifat non fisik (Non Structural Measures) :
Pengaturan dataran banjir (flood plain regulation)
5. Pola pengendalian banjir :
Topografi, karakteristik sungai, tata guna lahan, lokasi genangan, bangunan yang sudah ada. Pelaksanaan pengendalian banjir dilakukan secara periodik :
a. Jangka pendek ( dasar Q5 dan Q10) Pengaturan /perbaikan alur sungai tanpa merubah pola aliran
Penyempurnaan/perbaikan tanggul-tanggul
Pembuatan tanggul banjir
Perbaikan lahan
b. Jangka menengah (dasar Q20 dan Q25 ) Pengaturan alur sungai dan pembuatan pelindung tebing
Pembuatan tanggul
Pembuatan kanal dan bangunan pembagi banjir
Perbaikan lahan
Penyiapan daerah retensi dan bangunan pelimpah
c. Jangka panjang ( dasar Q50 dan Q100 ) Sama dengan jangka menengah
Bangunan waduk serbaguna
6. Hubungan pengendalian dan pembangunan pengairan :
Pembangunan pengairan adalah segala usaha mengembangkan pemanfaatan air beserta sumbe-sumbernya dengan perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna mencapai manfaat sebesar-besarnya.
Beberapa pertentangan kepentingan (conflic of interest) :
a. Pengaturan alur sungai : penuruan muka air
b. Pembuatan waduk : prioritas perencanaan
c. Pembuata bendung : elevasi MA, agradasi di hulu
d. Penggalian/pengerukan alur daerah hilir : air asin
e. Pemanfaatan dataran rendah (daerah retensi) : pengembangan daerah irigasi.
7. Tanggul sebagai altenatif pengendalian banjir :
a. Penanggulangan limpasan
b. Penanggulangan rembesan
c. Penanggulangan retakan
d. Penanggulangan penurunan mercu tanggul
e. Penanggulangan gerusan air dan gelombang
f. Penanggulangan longsoran lereng
g. Penanggulangan bobolan
B.Sistem Pengelolaan Kekeringan
1. Definisi Kekeringan
Kekeringan dapat didefinisikan sebagai periode tanpa air hujan
yang cukup atau suatu periode kelangkaan air. Periode tanpa
air hujan disebut juga sebagai kekeringan secara meteorologis
atau klimatologis, sedangkan untuk periode kelangkaan air
disebut juga kekeringan secara hidrologis, pertanian dan sosial
ekonomi.
4. Strategi
Identifikasi daerah rawan kekeringan
Pseembeatraaann p deentdauild duake draahn rkaewbauntu kheakne ariinr gbaank udari berbagai aspek:
Pemetaan kebutuhan dan ketersediaan air Sosialisasi kebutuhan dan ketersediaan air (berbagai stakeholder)
Sosialisasi pemakaian air secara efektif dan efisien
Penyusunan rencana tindak yang komprehensif
5. Respon dan Mitigasi
Efesiensi penggunaan (penghematan) air Pengelolaan sumber daya air secara efektif
Peefmekatniffaatan simpanan air embung dan waduk secara selektif dan
Penyesuaian pola dan tata tanam Kegiatan yang mendukung kelestarian alam
Analisia pengelolaan sumber daya air
1. Definisi Banjir
peristiwa terjadinya genangan di daerah yang biasanyakering. Terjadinya limpasan air dari alur sungai yang disebabkan karena debit pada sungai melebihi kapasitas pengalirannya (Qa > Qc).
2. Penyebab banjir :
Peristiwa alam
Curah hujan yang tinggi. Terjadi debit puncak yang bersamaan (sungai utama/anak sungai). Aliran pada anak sungai tertahan oleh sungai induknya Naiknya air laut (pasang), Terjadinya penyempitan di beberapa alur (topografi), Morfologi sungai (meander), dan Kemiringan sungai terlalu landai (V kecil)
Perbuatan manusia
Berkembangkan daerah pemukiman (hulu dan bantaran sungai) Penggundulan hutan (erosi, agradasi) Tata guna lahan (limpasan besar) Bangunan sepanjang sungai (back water) Bangunan pengendali tidak berfungsi Kesadaran masyarakat sekitar bantaran Kebijakan dan peraturan yang selalu dilanggar
3. Istilah-istilah yang berkaitan dengan banjir :
Sungai adalah sistem pengaliran air mulai dari mata air sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.
Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul.
Banjir adalah keadaan sungai yang tidak mampu menampung aliran airnya.
Daerah retensi adalah lahan yang ditetapkan untuk menampung air banjir untuk sementara.
Daerah banjir adalah lahan yang pada waktu-waktu tertentu dapat terlanda atau tergenang air banjir.
Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian.
Waduk banjir adalah waduk untuk menampung air banjir.
Garis sempadan adalah garis batas luar pengaman sungai dihitung 5 meter dari luar kaki tanggul untuk sungai yang bertanggul, dan ditetapkan tersendiri untuk sungai yang tidak bertanggul dan bangunan-bangunan air sungai.
Daerah sempadan adalah lahan yang dibatasi oleh garis sempadan dengan kaki tanggul sebelah luar atau antara garis sempadan dan tebing tinggi untuk sungai ayng tidak bertanggul.
4. Tindakan untuk mengatasi persoalan banjir :
a. Tindakan yang bersifat fisik (Structural Measures) :
Pengaturan alur sungai (channel improvement)
Daya tampung, koefisien hambatan, memperpendek, arah aliran.
Pembuatan tanggul limpasan.
Pembuatan jalur/alur banjir (bay pass/flood way)
Tampungan banjir waduk, daerah retensi.
Perbaikan lahan limpasan dan erosi (reboisasi, pengendali sedimen terasering,
b. Tindakan yang besifat non fisik (Non Structural Measures) :
Pengaturan dataran banjir (flood plain regulation)
5. Pola pengendalian banjir :
Topografi, karakteristik sungai, tata guna lahan, lokasi genangan, bangunan yang sudah ada. Pelaksanaan pengendalian banjir dilakukan secara periodik :
a. Jangka pendek ( dasar Q5 dan Q10) Pengaturan /perbaikan alur sungai tanpa merubah pola aliran
Penyempurnaan/perbaikan tanggul-tanggul
Pembuatan tanggul banjir
Perbaikan lahan
b. Jangka menengah (dasar Q20 dan Q25 ) Pengaturan alur sungai dan pembuatan pelindung tebing
Pembuatan tanggul
Pembuatan kanal dan bangunan pembagi banjir
Perbaikan lahan
Penyiapan daerah retensi dan bangunan pelimpah
c. Jangka panjang ( dasar Q50 dan Q100 ) Sama dengan jangka menengah
Bangunan waduk serbaguna
6. Hubungan pengendalian dan pembangunan pengairan :
Pembangunan pengairan adalah segala usaha mengembangkan pemanfaatan air beserta sumbe-sumbernya dengan perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna mencapai manfaat sebesar-besarnya.
Beberapa pertentangan kepentingan (conflic of interest) :
a. Pengaturan alur sungai : penuruan muka air
b. Pembuatan waduk : prioritas perencanaan
c. Pembuata bendung : elevasi MA, agradasi di hulu
d. Penggalian/pengerukan alur daerah hilir : air asin
e. Pemanfaatan dataran rendah (daerah retensi) : pengembangan daerah irigasi.
7. Tanggul sebagai altenatif pengendalian banjir :
a. Penanggulangan limpasan
b. Penanggulangan rembesan
c. Penanggulangan retakan
d. Penanggulangan penurunan mercu tanggul
e. Penanggulangan gerusan air dan gelombang
f. Penanggulangan longsoran lereng
g. Penanggulangan bobolan
B.Sistem Pengelolaan Kekeringan
1. Definisi Kekeringan
Kekeringan dapat didefinisikan sebagai periode tanpa air hujan
yang cukup atau suatu periode kelangkaan air. Periode tanpa
air hujan disebut juga sebagai kekeringan secara meteorologis
atau klimatologis, sedangkan untuk periode kelangkaan air
disebut juga kekeringan secara hidrologis, pertanian dan sosial
ekonomi.
4. Strategi
Identifikasi daerah rawan kekeringan
Pseembeatraaann p deentdauild duake draahn rkaewbauntu kheakne ariinr gbaank udari berbagai aspek:
Pemetaan kebutuhan dan ketersediaan air Sosialisasi kebutuhan dan ketersediaan air (berbagai stakeholder)
Sosialisasi pemakaian air secara efektif dan efisien
Penyusunan rencana tindak yang komprehensif
5. Respon dan Mitigasi
Efesiensi penggunaan (penghematan) air Pengelolaan sumber daya air secara efektif
Peefmekatniffaatan simpanan air embung dan waduk secara selektif dan
Penyesuaian pola dan tata tanam Kegiatan yang mendukung kelestarian alam
Analisia pengelolaan sumber daya air
MATERI 6
CONTOH KASUS MASALAH PENGELOLAAN DAS DI INDONESIA
1. Berorientasi Pada Fisik
Beberapa masalah DAS telah coba diantisipasi pemerintah. Namun solusi untuk pengelolaan DAS yang dilakukan pemerintah cenderung pada infrastruktur fisik. Pernyataan tersebut bisa dilihat dari bagaimana cara pemerintah sekarang mengelola Ciliwung. Menurut penjelasan Pitoyo Subandrio, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Departemen Pekerjaan Umum, langkah-langkah pemerintah terhadap Sungai Ciliwung terangkum dalam program Total Solution for Ciliwung. Langkah-langkah tersebut meliputi
1) membuat sudetan di Kebun Baru dan di Kalibata yang akan dilakukan bersama antara Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dengan Pemprov DKI Jakarta,
2) membangun rusunawa ditujukan khususnya bagi masyarakat yang selama ini tinggal di bantaran sungai,
3) mengadakan pemindahan paksa warga yang ada di bantaran sungai kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Departemen Sosial. Pemindahan ini diutamakan bagi warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sementara yang tidak akan dipulangkan ke daerahnya dengan didampingi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),
4) melakukan normalisasi Sungai Ciliwung yang salah satunya dengan melakukan pengerukan,
5) penambahan daun pintu air di pintu air Manggarai dan pintu air Karet,
6) menaikkan jembatan Banjir Kanal Barat (BKB) bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta,
7) revitalisasi Ciliwung lama terutama yang berada setelah pintu air Manggarai,
8) konservasi atau revitalisasi situ-situ, gerakan pembangunan sumur dan penghijauan,
9) membangun terowongan dari Ciliwung ke Banjir Kanal Timur melewati Cipinang.
Langkah-langkah yang lebih beroreintasi fisik ini ditargetkan akan selesai tahun 2014. Program pemerintah provinsi DKI Jakarta lebih berorientasi fisik misalnya pembangunan GSW (Giant Sea Wall) yang akan dibangun sepanjang 32 km dan akan menelan biaya sekitar Rp 100 Triliun dengan memakan waktu 10 tahun. Atau pembangunan TM (terowongan multifungsi) sepanjang 19 kilometer dan berdiameter 18 meter. Perkiraan biaya pembangunan TM berkisar Rp 16 triliun. Penyelesaian megaproyek tersebut dijadwalkan sekitar empat tahun.
Ada lagi permasalahan, rencana pengelolaan sungai yang berorientasi pada pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah ternyata tidak diimbangi dengan revitalisasi teknologi. Sebagian besar tekhnologi pengerukan sungai yang digunakan pemerintah Indonesia berasal dari luar negeri. Sejak tahun 1950-an, Indonesia mengadopsi teknologi dari Belanda untuk mengeruk beberapa sungai di Indonesia. Tapi sampai tahun 2012 pun, pemerintah masih mengandalkan teknologi yang tidk jauh berbeda dari Belanda. Hal ini bisa dilihat dari teknologi untuk proyek JEDI (bantuan pemerintah Belanda), di mana mesin pengeruk yang dipakai berasal dari Belanda seperti small floating bulldozer, hydraulic graf dan rotating drum separator.
2. Monopoli Pengelolaan Sumber Daya Air
Permasalaan lain DAS adalah adanya monopoli pengelolaan sumber daya air. Menurut Marwan Batubara (2010), intervensi Bank Dunia dalam pengelolaan sungai mengarah pada dua hal, yaitu mendorong ketergantungan Indonesia akan sumber pendanaan dari lembaga keuangan internasional khususnya Bank Dunia baik dalam bentuk utang dan hibah, serta memuluskan program privatisasi. Ketergantungan pendanaan bisa dilihat dari berbagai rekomendasi yang diberikan Bank Dunia dari setiap proyek yang dijalankan. Alasan utama Bank Dunia mendorong privatisasi adalah memberikan peran yang lebih besar bagi swasta dengan mengurangi monopoli Negara khususnya pemerintah dalam pengelolaan sungai. Asumsi Bank Dunia dengan masuknya swasta, maka pengelolaan air dan sungai menjadi lebih efisien dan pengelolaan yang lebih baik. Kenyataannya, privatisasi menimbulkan monopoli dalam bentuk lain. Jika sebelumnya monopoli dilakukan Negara melalui kekuasaan pemerintah, sekarang monopoli dilakukan swasta. Seperti kasus reklamasi pantai utara Jakarta, bukan lagi Negara khususnya masyarakat yang diuntungkan tetapi korporasi lewat monopoli pembangunan proyek-proyek besar seperti pemukiman mewah dan pengembangan kawasan wisata yang mendapat untung. Pada lahan reklamasi di kawasan Ancol, muncul hunian mewah seperti Bukit Golf Mediterania milik Agung Podomoro Group yang berada di Pantai Indah Kapuk dan Mediterania Marina Residence. Hunian-hunian mewah dan pengembangan kawasan wisata tadi ditujukan bagi masyarakat menengah ke atas, bukan untuk orang miskin yang kesulitan mendapatkan tempat tinggal. Akibat sosialnya, selain masyarakat miskin tidak mendapatkan akses perumahan yang memadai, juga reklamasi telah menggusur nelayan dari pantai Utara Jakarta, dan masyarakat Jakarta pun tidak bisa bebas menikmati Pantai Utara Jakarta karena harus bayar. Sedangkan dampak lingkungannya adalah permukiman mewah tersebut menghalangi aliran air hujan ke laut. Sehingga ketika musim hujan, ancaman banjir tidak terelakkan dan Jakarta dapat menjadi kolam besar.
Kasus yang sama juga terjadi dalam pengelolaan air bersih terutama di Jakarta. Privatisasi PDAM Jaya di tahun 1998 mendorong monopoli pengelolaan air hanya pada dua perusahaan besar yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dari Inggris dan Thames PAM Jaya (sekarang Aetra) dari Perancis.
Setelah lebih dari 13 tahun layanan air bersih di Jakarta diprivatisasi, akses masyarakat terhadap air bersih tidak membaik. Kedua operator tersebut saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 54 persen kebutuhan air bersih untuk warga DKI Jakarta, sedangkan selebihnya 46 persen kebutuhan air bagi warga diperoleh dari sumber air tanah. Kedua operator swasta gagal memenuhi harapan, untuk memberikan perbaikan layanan kepada masyarakat. Target-target teknis yang telah disepakati gagal dipenuhi oleh dua operator swasta. layanan yang tertuang di kontrak kerjasama tidak berhasil dipenuhi, antara lain volume air yang terjual, kebocoran air dan cakupan layanan. Tingkat kebocoran air mencapai 46% atau kurang lebih senilai Rp 1.764 miliar. Cakupan layanan hanya 63% pada akhir tahun 2008 , hal ini berarti ada 37% kelompok masyarakat Jakarta belum mendapatkan fasilitas air bersih.
PAM Jaya sendiri melalui Direkturnya menyatakan bahwa sejak diprivatisasi, PAM Jaya mengalami kerugian hingga Rp. 583,67 milyar. Kerugian ini muncul akibat hutang shortfall, yaitu hutang yang muncul akibat adanya selisih antara imbalan yang diberikan kepada dua operator swasta dengan tarif . Apabila privatisasi air Jakarta tetap dilanjutkan sampai kontrak konsesi berakhir maka kerugian PAM Jaya diperkirakan sebesar Rp. 18 triliun pada tahun 2022.
3. Tekanan Pencemaran
Dalam peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 pencemaran air adalah: “masuknya atau dimasukkan makhluk hidup, zat energy dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.”
Beban pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga menggangu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi,2003). Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam polutan alamiah) dan pecemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran kegiatan mansia. Menurut sugiharto (1989) air limbah didefinisikan sebagai kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industry, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.
Lingkungan perairan dapat merespon masuknya bahan pencemar sebagai bagian dari proses alami untuk kembali pada kualitas air semula. Proses ini disebut self purification. Definisi dari self purification adalah pemulihan oleh proses alami baik secara total ataupun sebagian kembali ke kondisi awal sungai dari bahan asing yang secara kualitas maupun kuantitas menyebabkan perubahan karakteristik fisik, kimia dan atau biologi yang terukur dari sungai (Benoit, 1971). Proses pemulihan secara alami berlangsung secara fisik, kimiawi dan biologi. Sungai yang alami dapat mendukung alami proses pemurnian diri dan menyebabkan kualitas air yang lebih baik dari kondisi air semula. Proses tersebut disebut homeostatis.
Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan:
1. Point source discharges (sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar yang dapat diketahui secara akurat, dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah industry maupun domestic serta saluran lokasi seperti air limbah maupun domestic serta saluran drainase.
2. Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan.
Danpak negative dari air limbah, antara lain:
1. Gangguan terhadap kesehatan
2. Gangguan terhadap Kehidupan Biotik
3. Gangguan terhadap Keindahan
4. Gangguan terhadap Kerusakan Benda
4. Kurang Terpadu Dalam Pengelolaan DAS
Faktor lain yang merupakan kendala dalam pengelolaan DAS adalah kurangnya keterpaduan dan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk dalam hal pembiayaannya. Kondisi ini terjadi karena banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Bakosurtanal dan Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perusahaan swasta, LSM dan masyarakat. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dan panjangnya birokrasi yang perlu ditempuh, baik secara administrasi, perencanaan dan teknis dilapangan, maka diperlukan adanya koordinasi intensif berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah.
Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan, keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para pihak dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya.
Contoh tidak terpadunya pengelolaan DAS adalah banjir di Jakarta. Banjir di Jakarta merupakan salah satu indikator kegagalan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya dalam mengelola sumber daya alam yang memiliki manfaat publik. DAS yang melintasi daerah Jakarta bermuara di provinsi Banten dan Jawa Barat, juga melibatkan pemerintah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Bekasi dan Tangerang. Tidak hanya itu, pengelolaan DAS juga melibatkan berbagai kementerian seperti PU, Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Bappenas.
Lemahnya koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menjalankan program-program pengelolaan DAS terpadu merupakan focus masalah yang harus dipecahkan bersama. Dalam hubungannya dengan otonomi daerah, penguatan kapasitas dari para pemangku kepentingan untuk memecahkan masalah riil mengurangi resiko banjir, merupakan agenda bersama para pemangku kepentingan yang tidak bisa ditunda.
CONTOH KASUS NORMALISASI BANTARAN SUNGAI
Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta akan melakukan upaya normalisasi sungai. Hal itu dilakukan dengan mengeruk sedimen di tiga sungai besar yang membelah kota tersebut.
"Kegiatan untuk mengeruk sedimen di tiga sungai sudah masuk dalam anggaran. Dalam pelaksanaannya, kami berkoodinasi dengan komunitas yang ada di tiga sungai tersebut," kata Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta Aki Lukman di Yogyakarta, Jumat (2/3).
Kegiatan pengerukan sedimen akan diawali dari Sungai Gajah Wong yang direncakanan dilakukan untuk memperingati Hari Air Sedunia pada 22 Maret. Lokasi pengerukan sedimen di Sungai Gajah Wong berada di sekitar Pandeyan. Sedimen yang terbentuk di sungai tersebut tidak terlalu besar tetapi memanjang. "Sedimen yang terbentuk bahkan bisa digunakan untuk memelihara ayam oleh warga sekitar," kata Aki.
Kondisi sedimen yang hampir sama juga terjadi di Sungai Code. Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta berencana mengeruk sedimen yang ada di Gondolayu.
Aki menyebut, sedimen di Gondolayu sudah cukup besar bahkan bisa digunakan sebagai tempat bermain bola oleh anak-anak yang tinggal di sekitar bantaran sungai.
Sedangkan untuk di Sungai Winongo, kata Aki, masih akan dikoordinasikan dengan komunitas sungai. "Mungkin akan kami lakukan di sekitar wilayah Notoprajan," kata Aki.
Menurut Aki, pengerukan sedimen tersebut ditujukan untuk mengembalikan kondisi sungai seperti sebelumnya, sehingga aliran air menjadi lancar.
Keberadan sedimen, kata Aki, memberikan dampak yang tidak baik terhadap kondisi talud sungai. "Aliran sungai otomatis akan lebih kuat di salah satu sisi talud. Talud yang sering terhempas aliran akan menjadi lebih rentan rusak dan tergerus," katanya.
Talud Sungai di Yogya Mulai LongsorPantau Banjir, Pemkot Yogya Pasangi Lampu Sorot di Jembatan
Kondisi tersebut, kata Aki, terjadi di Sungai Code yang masuk ke wilayah Kepakaran. Sedimen di lokasi tersebut bahkan dapat dimanfaatkan untuk memelihara ayam dan kandang burung. "Akibatnya, sisi talud sebelah timur rentan rusak karena sedimen yang terbentuk di sisi barat," katanya.
Anggaran yang dialokasikan untuk pengerukan sedimen di tiga sungai mencapai sekitar Rp 300 juta yaitu Rp 134 juta di Sungai Code, Rp 133 juta di Sungai Winongo, dan Rp 106 juta di Sungai Gajah Wong.
1. Berorientasi Pada Fisik
Beberapa masalah DAS telah coba diantisipasi pemerintah. Namun solusi untuk pengelolaan DAS yang dilakukan pemerintah cenderung pada infrastruktur fisik. Pernyataan tersebut bisa dilihat dari bagaimana cara pemerintah sekarang mengelola Ciliwung. Menurut penjelasan Pitoyo Subandrio, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Departemen Pekerjaan Umum, langkah-langkah pemerintah terhadap Sungai Ciliwung terangkum dalam program Total Solution for Ciliwung. Langkah-langkah tersebut meliputi
1) membuat sudetan di Kebun Baru dan di Kalibata yang akan dilakukan bersama antara Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dengan Pemprov DKI Jakarta,
2) membangun rusunawa ditujukan khususnya bagi masyarakat yang selama ini tinggal di bantaran sungai,
3) mengadakan pemindahan paksa warga yang ada di bantaran sungai kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Departemen Sosial. Pemindahan ini diutamakan bagi warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sementara yang tidak akan dipulangkan ke daerahnya dengan didampingi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),
4) melakukan normalisasi Sungai Ciliwung yang salah satunya dengan melakukan pengerukan,
5) penambahan daun pintu air di pintu air Manggarai dan pintu air Karet,
6) menaikkan jembatan Banjir Kanal Barat (BKB) bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta,
7) revitalisasi Ciliwung lama terutama yang berada setelah pintu air Manggarai,
8) konservasi atau revitalisasi situ-situ, gerakan pembangunan sumur dan penghijauan,
9) membangun terowongan dari Ciliwung ke Banjir Kanal Timur melewati Cipinang.
Langkah-langkah yang lebih beroreintasi fisik ini ditargetkan akan selesai tahun 2014. Program pemerintah provinsi DKI Jakarta lebih berorientasi fisik misalnya pembangunan GSW (Giant Sea Wall) yang akan dibangun sepanjang 32 km dan akan menelan biaya sekitar Rp 100 Triliun dengan memakan waktu 10 tahun. Atau pembangunan TM (terowongan multifungsi) sepanjang 19 kilometer dan berdiameter 18 meter. Perkiraan biaya pembangunan TM berkisar Rp 16 triliun. Penyelesaian megaproyek tersebut dijadwalkan sekitar empat tahun.
Ada lagi permasalahan, rencana pengelolaan sungai yang berorientasi pada pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah ternyata tidak diimbangi dengan revitalisasi teknologi. Sebagian besar tekhnologi pengerukan sungai yang digunakan pemerintah Indonesia berasal dari luar negeri. Sejak tahun 1950-an, Indonesia mengadopsi teknologi dari Belanda untuk mengeruk beberapa sungai di Indonesia. Tapi sampai tahun 2012 pun, pemerintah masih mengandalkan teknologi yang tidk jauh berbeda dari Belanda. Hal ini bisa dilihat dari teknologi untuk proyek JEDI (bantuan pemerintah Belanda), di mana mesin pengeruk yang dipakai berasal dari Belanda seperti small floating bulldozer, hydraulic graf dan rotating drum separator.
2. Monopoli Pengelolaan Sumber Daya Air
Permasalaan lain DAS adalah adanya monopoli pengelolaan sumber daya air. Menurut Marwan Batubara (2010), intervensi Bank Dunia dalam pengelolaan sungai mengarah pada dua hal, yaitu mendorong ketergantungan Indonesia akan sumber pendanaan dari lembaga keuangan internasional khususnya Bank Dunia baik dalam bentuk utang dan hibah, serta memuluskan program privatisasi. Ketergantungan pendanaan bisa dilihat dari berbagai rekomendasi yang diberikan Bank Dunia dari setiap proyek yang dijalankan. Alasan utama Bank Dunia mendorong privatisasi adalah memberikan peran yang lebih besar bagi swasta dengan mengurangi monopoli Negara khususnya pemerintah dalam pengelolaan sungai. Asumsi Bank Dunia dengan masuknya swasta, maka pengelolaan air dan sungai menjadi lebih efisien dan pengelolaan yang lebih baik. Kenyataannya, privatisasi menimbulkan monopoli dalam bentuk lain. Jika sebelumnya monopoli dilakukan Negara melalui kekuasaan pemerintah, sekarang monopoli dilakukan swasta. Seperti kasus reklamasi pantai utara Jakarta, bukan lagi Negara khususnya masyarakat yang diuntungkan tetapi korporasi lewat monopoli pembangunan proyek-proyek besar seperti pemukiman mewah dan pengembangan kawasan wisata yang mendapat untung. Pada lahan reklamasi di kawasan Ancol, muncul hunian mewah seperti Bukit Golf Mediterania milik Agung Podomoro Group yang berada di Pantai Indah Kapuk dan Mediterania Marina Residence. Hunian-hunian mewah dan pengembangan kawasan wisata tadi ditujukan bagi masyarakat menengah ke atas, bukan untuk orang miskin yang kesulitan mendapatkan tempat tinggal. Akibat sosialnya, selain masyarakat miskin tidak mendapatkan akses perumahan yang memadai, juga reklamasi telah menggusur nelayan dari pantai Utara Jakarta, dan masyarakat Jakarta pun tidak bisa bebas menikmati Pantai Utara Jakarta karena harus bayar. Sedangkan dampak lingkungannya adalah permukiman mewah tersebut menghalangi aliran air hujan ke laut. Sehingga ketika musim hujan, ancaman banjir tidak terelakkan dan Jakarta dapat menjadi kolam besar.
Kasus yang sama juga terjadi dalam pengelolaan air bersih terutama di Jakarta. Privatisasi PDAM Jaya di tahun 1998 mendorong monopoli pengelolaan air hanya pada dua perusahaan besar yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dari Inggris dan Thames PAM Jaya (sekarang Aetra) dari Perancis.
Setelah lebih dari 13 tahun layanan air bersih di Jakarta diprivatisasi, akses masyarakat terhadap air bersih tidak membaik. Kedua operator tersebut saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 54 persen kebutuhan air bersih untuk warga DKI Jakarta, sedangkan selebihnya 46 persen kebutuhan air bagi warga diperoleh dari sumber air tanah. Kedua operator swasta gagal memenuhi harapan, untuk memberikan perbaikan layanan kepada masyarakat. Target-target teknis yang telah disepakati gagal dipenuhi oleh dua operator swasta. layanan yang tertuang di kontrak kerjasama tidak berhasil dipenuhi, antara lain volume air yang terjual, kebocoran air dan cakupan layanan. Tingkat kebocoran air mencapai 46% atau kurang lebih senilai Rp 1.764 miliar. Cakupan layanan hanya 63% pada akhir tahun 2008 , hal ini berarti ada 37% kelompok masyarakat Jakarta belum mendapatkan fasilitas air bersih.
PAM Jaya sendiri melalui Direkturnya menyatakan bahwa sejak diprivatisasi, PAM Jaya mengalami kerugian hingga Rp. 583,67 milyar. Kerugian ini muncul akibat hutang shortfall, yaitu hutang yang muncul akibat adanya selisih antara imbalan yang diberikan kepada dua operator swasta dengan tarif . Apabila privatisasi air Jakarta tetap dilanjutkan sampai kontrak konsesi berakhir maka kerugian PAM Jaya diperkirakan sebesar Rp. 18 triliun pada tahun 2022.
3. Tekanan Pencemaran
Dalam peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 pencemaran air adalah: “masuknya atau dimasukkan makhluk hidup, zat energy dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.”
Beban pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga menggangu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi,2003). Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam polutan alamiah) dan pecemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran kegiatan mansia. Menurut sugiharto (1989) air limbah didefinisikan sebagai kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industry, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.
Lingkungan perairan dapat merespon masuknya bahan pencemar sebagai bagian dari proses alami untuk kembali pada kualitas air semula. Proses ini disebut self purification. Definisi dari self purification adalah pemulihan oleh proses alami baik secara total ataupun sebagian kembali ke kondisi awal sungai dari bahan asing yang secara kualitas maupun kuantitas menyebabkan perubahan karakteristik fisik, kimia dan atau biologi yang terukur dari sungai (Benoit, 1971). Proses pemulihan secara alami berlangsung secara fisik, kimiawi dan biologi. Sungai yang alami dapat mendukung alami proses pemurnian diri dan menyebabkan kualitas air yang lebih baik dari kondisi air semula. Proses tersebut disebut homeostatis.
Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan:
1. Point source discharges (sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar yang dapat diketahui secara akurat, dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah industry maupun domestic serta saluran lokasi seperti air limbah maupun domestic serta saluran drainase.
2. Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan.
Danpak negative dari air limbah, antara lain:
1. Gangguan terhadap kesehatan
2. Gangguan terhadap Kehidupan Biotik
3. Gangguan terhadap Keindahan
4. Gangguan terhadap Kerusakan Benda
4. Kurang Terpadu Dalam Pengelolaan DAS
Faktor lain yang merupakan kendala dalam pengelolaan DAS adalah kurangnya keterpaduan dan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk dalam hal pembiayaannya. Kondisi ini terjadi karena banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Bakosurtanal dan Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perusahaan swasta, LSM dan masyarakat. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dan panjangnya birokrasi yang perlu ditempuh, baik secara administrasi, perencanaan dan teknis dilapangan, maka diperlukan adanya koordinasi intensif berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah.
Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan, keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para pihak dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya.
Contoh tidak terpadunya pengelolaan DAS adalah banjir di Jakarta. Banjir di Jakarta merupakan salah satu indikator kegagalan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya dalam mengelola sumber daya alam yang memiliki manfaat publik. DAS yang melintasi daerah Jakarta bermuara di provinsi Banten dan Jawa Barat, juga melibatkan pemerintah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Bekasi dan Tangerang. Tidak hanya itu, pengelolaan DAS juga melibatkan berbagai kementerian seperti PU, Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Bappenas.
Lemahnya koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menjalankan program-program pengelolaan DAS terpadu merupakan focus masalah yang harus dipecahkan bersama. Dalam hubungannya dengan otonomi daerah, penguatan kapasitas dari para pemangku kepentingan untuk memecahkan masalah riil mengurangi resiko banjir, merupakan agenda bersama para pemangku kepentingan yang tidak bisa ditunda.
CONTOH KASUS NORMALISASI BANTARAN SUNGAI
Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta akan melakukan upaya normalisasi sungai. Hal itu dilakukan dengan mengeruk sedimen di tiga sungai besar yang membelah kota tersebut.
"Kegiatan untuk mengeruk sedimen di tiga sungai sudah masuk dalam anggaran. Dalam pelaksanaannya, kami berkoodinasi dengan komunitas yang ada di tiga sungai tersebut," kata Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta Aki Lukman di Yogyakarta, Jumat (2/3).
Kegiatan pengerukan sedimen akan diawali dari Sungai Gajah Wong yang direncakanan dilakukan untuk memperingati Hari Air Sedunia pada 22 Maret. Lokasi pengerukan sedimen di Sungai Gajah Wong berada di sekitar Pandeyan. Sedimen yang terbentuk di sungai tersebut tidak terlalu besar tetapi memanjang. "Sedimen yang terbentuk bahkan bisa digunakan untuk memelihara ayam oleh warga sekitar," kata Aki.
Kondisi sedimen yang hampir sama juga terjadi di Sungai Code. Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta berencana mengeruk sedimen yang ada di Gondolayu.
Aki menyebut, sedimen di Gondolayu sudah cukup besar bahkan bisa digunakan sebagai tempat bermain bola oleh anak-anak yang tinggal di sekitar bantaran sungai.
Sedangkan untuk di Sungai Winongo, kata Aki, masih akan dikoordinasikan dengan komunitas sungai. "Mungkin akan kami lakukan di sekitar wilayah Notoprajan," kata Aki.
Menurut Aki, pengerukan sedimen tersebut ditujukan untuk mengembalikan kondisi sungai seperti sebelumnya, sehingga aliran air menjadi lancar.
Keberadan sedimen, kata Aki, memberikan dampak yang tidak baik terhadap kondisi talud sungai. "Aliran sungai otomatis akan lebih kuat di salah satu sisi talud. Talud yang sering terhempas aliran akan menjadi lebih rentan rusak dan tergerus," katanya.
Talud Sungai di Yogya Mulai LongsorPantau Banjir, Pemkot Yogya Pasangi Lampu Sorot di Jembatan
Kondisi tersebut, kata Aki, terjadi di Sungai Code yang masuk ke wilayah Kepakaran. Sedimen di lokasi tersebut bahkan dapat dimanfaatkan untuk memelihara ayam dan kandang burung. "Akibatnya, sisi talud sebelah timur rentan rusak karena sedimen yang terbentuk di sisi barat," katanya.
Anggaran yang dialokasikan untuk pengerukan sedimen di tiga sungai mencapai sekitar Rp 300 juta yaitu Rp 134 juta di Sungai Code, Rp 133 juta di Sungai Winongo, dan Rp 106 juta di Sungai Gajah Wong.
Minggu, 25 November 2018
kuantitas dan kualitas air
KUANTITAS DAN KUALITAS AIR
Kuantitas Sumber Air
Pengukuran Hujan
Manual (mm/hari)
Alat penakar hujan manualterdiri dari corong dan botol penampung ynag berada di dalam suatu tabung silinder. Alat ini ditempatkan di tempat terbuka yang tidak dipengaruhi pohon-pohon dan gedung-gedung yang ada di sekitarnya. Air hujan yang jatuh pada corong akan tertampung di dalam tabung silinder. Dengan mengukur volume air yang tertampung dan luas corong akan dapat diketahui kedalaman hujan. Curah hujan kurang dari 0,1 mm dicatat sebagai 0,0 mm; yang haus dibedakan dengan tidak ada hujan yang dicatat dengan garis (-). Pengukran dilakukan setiap hari. Biasanya pemabacaan pada pagi hari, sehingga hujan tercatat adalah hujan yang terjadi selama satu hari sebelumnya, yangsering disebut hujan harian. Dengan alat initidak dapat diketahui kederasan hujan (intensitas) hujan, durasi (lama waktu) hujan dan kapan terjadinya.
Otomatis (mm/jam)
Alat ini mengukur hujan secara kontinyu sehingga dapat diketahui intensitas hujan dan lama waktu hujan. Ada beberapa macam alat penakar hujan otomatis yaitu alat penakar hujan jenis pelampung, alat penakar hujan jenis timba jungkit, dan alat penakar hujan jenis timbangan.
Alat penakar hujan jenis pelampung
Hujan yang masuk ke dlama tabung yang berisi pelampung. Jika muka air di dalam tabung naik, pelampung bergerak ke atas dan bersamaan dengan pelampung tersebut sebuah pena yag dihubungkan dengan pelampung melalui seutas tali penghubung juga ikut bergerak. Gerakkan pena tersebut memberi tanda pada kertas grafik yang tergulung pada silider yang berputar. Jika tabung telah penuh, secara otomatis seluruh air akan melimpas keluar melalui mekanisme sifon yang dihubungkan.
Alat penakar hujan jenis timba jungkit
jenis alat ini terdiri dari silinder penampung yang dilengkapi dengan corong. Di bawah corong ditempatkan sepasang timba penakar kecil yang dipasang sedemikian rupa sehingga jika salah satu timba menerima curah hujan sebesar 0,25 mm, timba tersebut akan menjungkit dan menumpahkan isinya kedalam tangki. Timba lainnya kemudian menggatikan tempatnya, dan kejadian serupa akan terulang. Gerakkan timba mengaktifkan suatu sirkuit listrik dan menyebabkan bergeraknya pena pada lembaran kertas grafik yang dipasang pada suatu silinder dan berputar sesuai dengan perputaran jarum jam.
Pengukuran Sungai
Kecepatan (langsung/tidak langsung)
Pengukuran kecepatan air dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan pelampung atau secara tidak langsung yang biasanya menggunakan current meter.
Pelampung
Pengukuran kecepatan arus secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan pelampung, yaitu dengan mengukur selang waktu yang diperlukan oleh pelampung untuk menmpuh suatu jarak tertentu. Biasanya cara ini dilakukan pada waktu banjir dimana pemakaian current meter sulit dilakukan, atau pada survey pendahuluan.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas pengamat berada pada tampang B dan C yang berjarak L. Panjang L adalah sekitar empat sampai lima kali lebar sungai, beberapa pelampung disebar secara merata padaa lebar sungai, dan posisinya terhadap tebing sungai dicatat. Pelampung-pelampung tersebut dimasukkan kedalam sungai pada tampang A yang berada disebelah hulu tampang B , sehingga pada saat pelampung sampai di tampang B kecepatannya sudah sesuai dengan kecepatan arus.untuk memasukkan pelampung ke sungai di tampang A bisa dilakukan dari jembatan, kabel yang melintang sungai, atau perahu jika sungai besar. Dengan mengetahui panjang L dan waktu yang diperlukan (t) oleh pelampung untuk melintas dari tampang B sampai C, dapat dihitung kecepatan aliran dengan persamaan berikut:
Ada tiga macam pelampung seperti dtunjukkan pada gambar diatas yaitu pelampung permukaan, pelampung dengan kaleng, dan pelampung batang. Pelampung tipe pertama mengukur kecepatan aliranpada permukaan, sedang tipe kedua dan ketiga untuk mengukur kecepatan aliran pada permukaan, sedang tipe kedua dan ketiga untuk mengukur kecepatan aliran rerata pada vertikal. Apabila digunakan tipe pertama, untuk mendapatkan kecepatan rerata pada vertikal, nilai terukur dikalikan dengan koefisien yang biasanya adlah 0,85.
Current meter
Pengukuran kecepatan arus dengan current meter adalah yang paling banyak dilakukan. Ada dua tipe alat ukur yaitu alat mangkok (Price-cup current meter) dan baling-baling(propeller current meter). Karena adanya partikel air yang melintasinya maka mangkok dan baling-baling akan berputar. Pada tipe pertama mangkok-mangkok berputar terhadap sumbu vertikal, sedang yang kedua baling-baling berputar terhadap sumbu horizontal. Jumlah putaran per satuan waktu dapat dikonversi menjadi kecepatan arus.
Hubungan antara jumlah putaran perdetik, n, dan kecepatan aliran, v, mempunyai bentuk linier berikut:
Dengan a dan b adalah konstanta yang diperoleh dari kalibrasi alat yang dilakukan oleh pabrik pembuatnya. V merupakan keceptan dan n ialah jumlah putaran perdetik.
Current meter dapat dipasangkan pada batang atau digantungkan pada tali yang diberi pemberat. Cara pertama dapat digunakan untuk mengukur kecepatan disungai kecil atau saluran dengan bantuan perahu atau pada jembatan. Cara kedua digunakan untuk mengukur disungai yang besar.
Karena perubahan kondisi aliran di sungai yang tidak dipengaruhi pasang surut relatif kecil, pengukuran kecepatan dapat dilakukan dengan hanya menggunakan satu alat dari satu vertikal ke vertikal berikutnya dalam satu tampang lintang. Pengukuran dilakukan di beberapa titik pada vertikal, yang selanjutnya dievaluasi untuk mendapatkan kecepatan rerata. Untuk menyingkat waktu dan menghemat biaya, pengukuran dapat dilakukan hanya dibeberapa titik pada vertikal, yaitu pada 0,6 d, 0,2 d, dan 0,8 d, dengan d adalah kedalaman aliran. Kecepatan rerata di setiap vertkal dapat ditentukan dengan salah satu dari metode berikut yang bergantung pada ketersediaan waktu, ketelitian yang diharapkan, lebardan kedalaman sungai.
Metode satu titik, yang hanya dapat digunakan untuk air dangkal dimana metode dua titik atau lebih tidak bisa dilakukan. Kecepatan diukur pada 0,6 kedalaman air.
Metode dua titik, dimana kecepatan rerata merupakan rerata dari kecepatan pada 0,2 dan 0,8 kedalaman.
Metode tiga titik yang menghitung kecepatan rerata berdasar kecepatan pada 0,2; 0,6; an 0,8 kedalaman.
AWLR (Automatic Water Level Recording)
Dengan menggunakan alat ini elevasi muka air sungai dapat tercatat secara kontinyu sepanjag waktu. Alat ukur yang banyak digunakan di Indonesia menggunakan pelampung. Pelampung tersebut mengikuti gerak naik-turunnya muka air, dan gerak tersebut ditransfer ke roda gigi yang mereduksi fluktuasi muka air (fluktuasi muka air biasanya lebih besar dari tinggi kertas pencatat). Hasil pencatatan berupa grafik fluktuasi muka air sungai sebagai fungsi waktu. Dengan mengaitkan elevasi muka air tersebut dengan tampang melintang sungai dapat dihitung luas tampang aliran.
Debit
Debit aliran sungai diberi notasi Q, adalah jumlah air yang mengalir melalui tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam meter kubik per detik (m3/s). Debit alira diberikan bentuk berikut:
Dengan :
a : luasan dari setiap pias
v : kecepatan rerata disetiap pias
Ada beberapa metode untung menghitung debit diantaranya adalah sebagai berikut:
Metode tampang tengah
Metode tampang rerata
Metode integrasi kedalaman-kecepatan
Metode kontur kecepatan
Pengukuran Danau
Sounding
Volume tampungan
S = Qin - Qout
Pengukuran Laut
Sounding
GIS (Sistem Informasi Geografis)
Bathimetri
Pengukuran Mata Air
Tampungan
Debit = volume x waktu
Pengukuran Air tanah
Pengujian dengan Hukum Darcy
Pengukuran Sumur
Volume tampungan
S = Qin - Qout
Kualitas Sumber Air
Kualitas Air tergantung dari kadar parameter air (mutu dan karakteristik air) :
Jenis
Sifat
Penggolongan kualitas air :
Golongan A : Air minum tanpa pengelolaan
Golongan B : Air minum dan rumah tangga harus di olah
Golongan C : Perikanan dan peternakan
Golongan D : Pertanian, industri, perkotaan, PLTA
Pencemaran lingkungan air :
Fisis (suhu, kandungan zat terlarut, kandungan minyak,bau, rasa)
Kima (pH, BOD, COD, DO, kandungan zat terlarut,nutrien, senyawa beracun)
Biologis (bakteri, kehidupan aquatik)
Radioaktif (TDS besar, radioaktif besar)
Standar kualitas air untuk masing-masing kelas air
Derajat pencemaran air (Lee, 1978) dari mikroorganismenya :
No
Parameter
Satuan
Kelas Air
A
B
C
D
1
Temperatur
oC
30
30
30
30
2
BOD
mg/l
-
3-5
3-5
3-5
3
DOD
mg/l
-
>6
>3
>3
4
pH
-
6,5-8,5
5-9
5-9
6-9
Kategori
Indeks diversitas (keanekaan)
Belum tercemar
≥ 2
Tercemar ringan
1,60 – 2,00
Tercemar sedang
1,00-1,50
Tercemar berat
<1,00
Kuantitas Sumber Air
Pengukuran Hujan
Manual (mm/hari)
Alat penakar hujan manualterdiri dari corong dan botol penampung ynag berada di dalam suatu tabung silinder. Alat ini ditempatkan di tempat terbuka yang tidak dipengaruhi pohon-pohon dan gedung-gedung yang ada di sekitarnya. Air hujan yang jatuh pada corong akan tertampung di dalam tabung silinder. Dengan mengukur volume air yang tertampung dan luas corong akan dapat diketahui kedalaman hujan. Curah hujan kurang dari 0,1 mm dicatat sebagai 0,0 mm; yang haus dibedakan dengan tidak ada hujan yang dicatat dengan garis (-). Pengukran dilakukan setiap hari. Biasanya pemabacaan pada pagi hari, sehingga hujan tercatat adalah hujan yang terjadi selama satu hari sebelumnya, yangsering disebut hujan harian. Dengan alat initidak dapat diketahui kederasan hujan (intensitas) hujan, durasi (lama waktu) hujan dan kapan terjadinya.
Otomatis (mm/jam)
Alat ini mengukur hujan secara kontinyu sehingga dapat diketahui intensitas hujan dan lama waktu hujan. Ada beberapa macam alat penakar hujan otomatis yaitu alat penakar hujan jenis pelampung, alat penakar hujan jenis timba jungkit, dan alat penakar hujan jenis timbangan.
Alat penakar hujan jenis pelampung
Hujan yang masuk ke dlama tabung yang berisi pelampung. Jika muka air di dalam tabung naik, pelampung bergerak ke atas dan bersamaan dengan pelampung tersebut sebuah pena yag dihubungkan dengan pelampung melalui seutas tali penghubung juga ikut bergerak. Gerakkan pena tersebut memberi tanda pada kertas grafik yang tergulung pada silider yang berputar. Jika tabung telah penuh, secara otomatis seluruh air akan melimpas keluar melalui mekanisme sifon yang dihubungkan.
Alat penakar hujan jenis timba jungkit
jenis alat ini terdiri dari silinder penampung yang dilengkapi dengan corong. Di bawah corong ditempatkan sepasang timba penakar kecil yang dipasang sedemikian rupa sehingga jika salah satu timba menerima curah hujan sebesar 0,25 mm, timba tersebut akan menjungkit dan menumpahkan isinya kedalam tangki. Timba lainnya kemudian menggatikan tempatnya, dan kejadian serupa akan terulang. Gerakkan timba mengaktifkan suatu sirkuit listrik dan menyebabkan bergeraknya pena pada lembaran kertas grafik yang dipasang pada suatu silinder dan berputar sesuai dengan perputaran jarum jam.
Pengukuran Sungai
Kecepatan (langsung/tidak langsung)
Pengukuran kecepatan air dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan pelampung atau secara tidak langsung yang biasanya menggunakan current meter.
Pelampung
Pengukuran kecepatan arus secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan pelampung, yaitu dengan mengukur selang waktu yang diperlukan oleh pelampung untuk menmpuh suatu jarak tertentu. Biasanya cara ini dilakukan pada waktu banjir dimana pemakaian current meter sulit dilakukan, atau pada survey pendahuluan.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas pengamat berada pada tampang B dan C yang berjarak L. Panjang L adalah sekitar empat sampai lima kali lebar sungai, beberapa pelampung disebar secara merata padaa lebar sungai, dan posisinya terhadap tebing sungai dicatat. Pelampung-pelampung tersebut dimasukkan kedalam sungai pada tampang A yang berada disebelah hulu tampang B , sehingga pada saat pelampung sampai di tampang B kecepatannya sudah sesuai dengan kecepatan arus.untuk memasukkan pelampung ke sungai di tampang A bisa dilakukan dari jembatan, kabel yang melintang sungai, atau perahu jika sungai besar. Dengan mengetahui panjang L dan waktu yang diperlukan (t) oleh pelampung untuk melintas dari tampang B sampai C, dapat dihitung kecepatan aliran dengan persamaan berikut:
Ada tiga macam pelampung seperti dtunjukkan pada gambar diatas yaitu pelampung permukaan, pelampung dengan kaleng, dan pelampung batang. Pelampung tipe pertama mengukur kecepatan aliranpada permukaan, sedang tipe kedua dan ketiga untuk mengukur kecepatan aliran pada permukaan, sedang tipe kedua dan ketiga untuk mengukur kecepatan aliran rerata pada vertikal. Apabila digunakan tipe pertama, untuk mendapatkan kecepatan rerata pada vertikal, nilai terukur dikalikan dengan koefisien yang biasanya adlah 0,85.
Current meter
Pengukuran kecepatan arus dengan current meter adalah yang paling banyak dilakukan. Ada dua tipe alat ukur yaitu alat mangkok (Price-cup current meter) dan baling-baling(propeller current meter). Karena adanya partikel air yang melintasinya maka mangkok dan baling-baling akan berputar. Pada tipe pertama mangkok-mangkok berputar terhadap sumbu vertikal, sedang yang kedua baling-baling berputar terhadap sumbu horizontal. Jumlah putaran per satuan waktu dapat dikonversi menjadi kecepatan arus.
Hubungan antara jumlah putaran perdetik, n, dan kecepatan aliran, v, mempunyai bentuk linier berikut:
Dengan a dan b adalah konstanta yang diperoleh dari kalibrasi alat yang dilakukan oleh pabrik pembuatnya. V merupakan keceptan dan n ialah jumlah putaran perdetik.
Current meter dapat dipasangkan pada batang atau digantungkan pada tali yang diberi pemberat. Cara pertama dapat digunakan untuk mengukur kecepatan disungai kecil atau saluran dengan bantuan perahu atau pada jembatan. Cara kedua digunakan untuk mengukur disungai yang besar.
Karena perubahan kondisi aliran di sungai yang tidak dipengaruhi pasang surut relatif kecil, pengukuran kecepatan dapat dilakukan dengan hanya menggunakan satu alat dari satu vertikal ke vertikal berikutnya dalam satu tampang lintang. Pengukuran dilakukan di beberapa titik pada vertikal, yang selanjutnya dievaluasi untuk mendapatkan kecepatan rerata. Untuk menyingkat waktu dan menghemat biaya, pengukuran dapat dilakukan hanya dibeberapa titik pada vertikal, yaitu pada 0,6 d, 0,2 d, dan 0,8 d, dengan d adalah kedalaman aliran. Kecepatan rerata di setiap vertkal dapat ditentukan dengan salah satu dari metode berikut yang bergantung pada ketersediaan waktu, ketelitian yang diharapkan, lebardan kedalaman sungai.
Metode satu titik, yang hanya dapat digunakan untuk air dangkal dimana metode dua titik atau lebih tidak bisa dilakukan. Kecepatan diukur pada 0,6 kedalaman air.
Metode dua titik, dimana kecepatan rerata merupakan rerata dari kecepatan pada 0,2 dan 0,8 kedalaman.
Metode tiga titik yang menghitung kecepatan rerata berdasar kecepatan pada 0,2; 0,6; an 0,8 kedalaman.
AWLR (Automatic Water Level Recording)
Dengan menggunakan alat ini elevasi muka air sungai dapat tercatat secara kontinyu sepanjag waktu. Alat ukur yang banyak digunakan di Indonesia menggunakan pelampung. Pelampung tersebut mengikuti gerak naik-turunnya muka air, dan gerak tersebut ditransfer ke roda gigi yang mereduksi fluktuasi muka air (fluktuasi muka air biasanya lebih besar dari tinggi kertas pencatat). Hasil pencatatan berupa grafik fluktuasi muka air sungai sebagai fungsi waktu. Dengan mengaitkan elevasi muka air tersebut dengan tampang melintang sungai dapat dihitung luas tampang aliran.
Debit
Debit aliran sungai diberi notasi Q, adalah jumlah air yang mengalir melalui tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam meter kubik per detik (m3/s). Debit alira diberikan bentuk berikut:
Dengan :
a : luasan dari setiap pias
v : kecepatan rerata disetiap pias
Ada beberapa metode untung menghitung debit diantaranya adalah sebagai berikut:
Metode tampang tengah
Metode tampang rerata
Metode integrasi kedalaman-kecepatan
Metode kontur kecepatan
Pengukuran Danau
Sounding
Volume tampungan
S = Qin - Qout
Pengukuran Laut
Sounding
GIS (Sistem Informasi Geografis)
Bathimetri
Pengukuran Mata Air
Tampungan
Debit = volume x waktu
Pengukuran Air tanah
Pengujian dengan Hukum Darcy
Pengukuran Sumur
Volume tampungan
S = Qin - Qout
Kualitas Sumber Air
Kualitas Air tergantung dari kadar parameter air (mutu dan karakteristik air) :
Jenis
Sifat
Penggolongan kualitas air :
Golongan A : Air minum tanpa pengelolaan
Golongan B : Air minum dan rumah tangga harus di olah
Golongan C : Perikanan dan peternakan
Golongan D : Pertanian, industri, perkotaan, PLTA
Pencemaran lingkungan air :
Fisis (suhu, kandungan zat terlarut, kandungan minyak,bau, rasa)
Kima (pH, BOD, COD, DO, kandungan zat terlarut,nutrien, senyawa beracun)
Biologis (bakteri, kehidupan aquatik)
Radioaktif (TDS besar, radioaktif besar)
Standar kualitas air untuk masing-masing kelas air
Derajat pencemaran air (Lee, 1978) dari mikroorganismenya :
No
Parameter
Satuan
Kelas Air
A
B
C
D
1
Temperatur
oC
30
30
30
30
2
BOD
mg/l
-
3-5
3-5
3-5
3
DOD
mg/l
-
>6
>3
>3
4
pH
-
6,5-8,5
5-9
5-9
6-9
Kategori
Indeks diversitas (keanekaan)
Belum tercemar
≥ 2
Tercemar ringan
1,60 – 2,00
Tercemar sedang
1,00-1,50
Tercemar berat
<1,00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar